Oleh : JONI HERMANTO – Wartawan Utama
Akhir – akhir ini aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi kerap menjadi sorotan publik. Banyak pihak mengecam dan mengkritik tindakan kekerasan dari aparat penegak hukum.
Masih hangat menghiasi pemberitaan media massa di Sumatera Barat, beberapa hari lalu tepatnya, Rabu (09/03/2022) tindakan represif anggota polisi dari jajaran Satreskrim Polres Agam yang melakukan penangkapan terhadap GA (34) tersangka dugaan tindak pidana ekspoitasi seksual terhadap anak dibawah umur, hingga menyebabkan GA tewas ditangan polisi merupakan pelanggaran HAM dalam bentuk penyiksaan atau setidak-tidaknya perlakuan penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi. Tindakan tersebut sama sekali tidak dibenarkan dengan alasan apapun apalagi hal tersebut dilakukan oleh aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum seyogyanya menggunakan pendekatan persuasif atau jika tersangka melakukan perlawanan, maksimal polisi menunggunakan tindakan tegas terukur yang bertujuan untuk menghentikan perlawanan tersangka, bukan bertujuan untuk menyiksa apalagi menyebabkan kematian.
Pada konteks ini, Polda Sumbar harus tetap memproses baik secara etik maupun pidana. Proses hukum terhadap pelaku sangat penting dilakukan tidak hanya untuk memberikan keadilan bagi keluarga korban tetapi juga memutus rantai impunitas sekaligus memastikan peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Banyak pihak mengecam dan mengkritik tindakan kekerasan dari aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi dan melayani masyarakat. Hal ini menujukkan bahwa persoalan tersebut bukan hanya persoalan individual anggota semata, tetapi juga persoalan sistemik yaitu kultur kekerasan yang masih kuat di dalam tubuh kepolisian. Jika persoalan ini tidak segera diselesaikan oleh jajaran Polri, maka peristiwa serupa akan terus berulang dan dengan sendirinya akan mencoreng nama baik institusi Polri juga menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri.
Misalnya saja tagar #PercumalaporPolisi yang terus dibicarakan warganet pada beberapa bulan lalu di platform media sosial Twitter. Tagar itu diketahui sempar bertahan selama selama beberapa pekan. Bahkan, sorotan kekerasan yang kerap dilakukan aparat polisi membuat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Telegram (ST) guna memitigasi dan mencegah kasus kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh anggota Polri. Telegram yang ditujukan kepada para Kapolda bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 itu ditandatangani Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Senin (18/10/2021).
Baca juga:
R. Kholis Majdi: HTI Tidak Berpolitik!
|
Ada 11 perintah Kapolri terhadap para Kapolda. Salah satunya menindak tegas anggota yang kedapatan melakukan tindakan represif terhadap masyarakat.
Memberikan punishment atau sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan. Serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.
Perintah Kapolri lainnya ialah, mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi, serta memastikan penanganannya dilakukan secara prosedural, transparan dan berkeadilan. Kemudian, melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan. Memerintahkan Kabid Humas Polda masing-masing untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelas tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang terjadi. Memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota pada fungsi operasional, khusunya yang berhadapan dengan masyarakat.
Agar pada saat melakukan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjunjung tinggi hak asa manusia.
Lalu, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus memedomani standar operasional prosedur (SOP) tentang urutan tindakan kepolisian, sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi harus didahului dengan apel pengerahan pasukan (APP), latihan simulasi atau mekanisme tactical wall game. Guna memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tisnakan secara teknis, taktis, dan strategi.
Memperkuat pengawasan, pengamanan, pendampingan oleh fungsi Profesi dan Pengamanan (Propam), baik secara terbuka maupun tertutup pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang melibatkan massa. Mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota dalam pelaksanaan tugasnya.
Tidak melakukan tindakan arogan, sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, penganiayaan, penyiksaan dan tindakan kekerasan berlebihan. Memerintahkan fungsi operasional khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat, untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan di lapangan.
Memerintahkan para Kapolres, kasat, dan Kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian, agar sesuai SOP dan ketentuan berlaku. ST ini bersifat perintah untuk dipedomani, ditindaklanjuti dan segera melaporkan pelaksanaannya kepada Kapolri.
Semoga kedepan, polisi bisa menjadi lebih baik dan dicintai masyarakat.
Sabtu, 12 Maret 2022